THELOCAL.ID, MAKASSAR – Di tengah denyut kehidupan perkotaan, ada sekelompok orang yang memilih untuk melihat dunia dari balik lensa. Mereka hadir di trotoar, di persimpangan sibuk, di gang sempit, hingga di jalur car free day. Aktivitas ini bukan sekadar memotret, melainkan sebuah upaya mendokumentasikan kehidupan sebagaimana adanya. Fenomena itu dikenal dengan nama fotografi jalanan, sebuah tren yang kini semakin ramai dan digemari banyak kalangan.
Fotografi jalanan tumbuh menjadi bahasa visual yang jujur. Ia menangkap momen tanpa rekayasa, sering kali dari hal-hal sederhana yang luput dari perhatian. Sepasang tangan yang saling menggenggam di trotoar, wajah lelah seorang pedagang kaki lima, atau sorot mata anak kecil yang berlari riang. Semua itu adalah fragmen kehidupan yang ketika dibekukan dalam foto, menjadi kisah utuh yang penuh makna.
Dalam beberapa tahun terakhir, geliat fotografi jalanan semakin kuat seiring perkembangan teknologi. Kamera ponsel dengan resolusi tinggi memberi kesempatan bagi siapa saja untuk mencoba, tanpa harus memiliki peralatan profesional. Media sosial pun menjadi etalase instan yang membuat karya-karya tersebut tersebar luas, diapresiasi, bahkan menginspirasi orang lain. Dari sekadar hobi, fotografi jalanan menjelma menjadi gaya hidup yang menyatu dengan ritme kota.
Salah satu warna baru dari tren ini adalah kehadiran sport street photography. Di banyak kota, kegiatan olahraga seperti lari maraton, fun run, hingga rutinitas jogging di akhir pekan menjadi objek favorit. Gerakan pelari yang penuh energi, keringat yang menetes di wajah, hingga bayangan langkah kaki yang menjejak aspal, semuanya menghadirkan dinamika visual yang kuat. Berbeda dengan studio yang serba terkontrol, jalanan menawarkan panggung nyata yang penuh kejutan.
Memotret pelari di ruang publik memberikan cerita tersendiri. Ada semangat kompetisi, ada perjuangan personal, bahkan ada interaksi sosial yang terekam dalam sekilas bidikan. Foto-foto itu bukan hanya menggambarkan olahraga, melainkan menampilkan narasi tentang kehidupan kota yang terus bergerak. Pelari menjadi simbol tentang konsistensi, disiplin, dan semangat, sementara latar kota memperkaya cerita dengan keramaian, arsitektur, dan warna budaya.
Popularitas fotografi jalanan juga menumbuhkan komunitas-komunitas baru. Mereka sering berkumpul, berbagi hasil karya, lalu berjalan bersama menyusuri sudut-sudut kota. Setiap pertemuan melahirkan pandangan segar: satu lokasi yang sama bisa menghasilkan puluhan interpretasi berbeda. Hal ini menunjukkan betapa kaya perspektif manusia ketika dipadukan dengan kamera sebagai medium ekspresi.
Di balik semua itu, ada nilai sosial yang tak bisa diabaikan. Fotografi jalanan mengajarkan cara memperhatikan sekitar, menumbuhkan empati, dan menghargai detail kecil yang biasanya terlewat. Dalam setiap jepretan, ada pesan bahwa kehidupan sehari-hari, sesederhana apapun layak dirayakan.
Kini, fotografi jalanan bukan sekadar tren musiman. Ia menjadi catatan visual tentang zaman, tentang bagaimana kota dan warganya hidup, bergerak, dan berubah. Dari wajah ramah pedagang kecil hingga langkah cepat seorang pelari, semuanya terhimpun dalam arsip yang akan selalu bercerita, bahkan ketika waktu sudah berlalu.