THELOCAL.ID, MAKASSAR – Setiap akhir pekan, suasana Makassar selalu terasa berbeda. Sejak pagi buta, jalanan utama kota mulai dipenuhi oleh derap langkah kaki dan deru roda sepeda. Car Free Day di Jalan Jenderal Sudirman menjadi pusat keramaian, tempat berbagai komunitas olahraga berkumpul. Dari pelari amatir, pesepeda berkelompok, hingga keluarga yang hanya ingin menikmati udara segar, semuanya menyatu dalam denyut kota yang semakin dinamis.
Fenomena ini menandai lahirnya gaya hidup baru masyarakat Makassar. Lari, gowes, dan bahkan e-sport, bukan lagi sekadar hobi, melainkan sudah menjadi bagian dari identitas komunitas perkotaan.
Sepeda menjadi pilihan lain yang kian populer. Dari pesepeda lipat, road bike, hingga mountain bike, komunitas gowes di Makassar terus bertambah. Tidak hanya bersepeda keliling kota, mereka juga menggelar touring lintas daerah seperti rute Makassar–Malino yang terkenal menantang namun menyuguhkan pemandangan indah.
Bagi sebagian orang, gowes adalah sarana olahraga, sementara bagi yang lain, ini adalah ruang bersosialisasi. Dari hobi yang sama, tercipta pertemanan baru, solidaritas, hingga kegiatan amal. Sepeda telah menjadi simbol pergerakan kolektif yang sehat dan penuh energi positif.
Di sisi lain kota, semangat komunitas tidak selalu hadir di jalan raya. Dunia digital juga melahirkan ruang berkumpul baru: e-sport. Anak-anak muda Makassar semakin aktif mengikuti turnamen game populer yang digelar di mal, kampus, atau bahkan secara daring.
Pertumbuhan e-sport di Makassar berjalan cepat, seiring meningkatnya akses internet dan fasilitas gim. Komunitas ini bukan hanya menyalurkan hobi, tetapi juga membuka peluang karier profesional di bidang digital. E-sport kini dipandang sejajar dengan olahraga fisik, karena sama-sama melatih strategi, kerjasama, dan mental kompetitif.
Kombinasi antara lari, gowes, dan e-sport memberi Makassar identitas baru. Kota ini tidak hanya dikenal dengan Pantai Losari atau kulinernya yang khas, melainkan juga sebagai pusat energi muda yang aktif, sehat, dan kreatif.
Fenomena komunitas ini mencerminkan perubahan pola hidup masyarakat urban: mencari cara-cara baru untuk bergerak, berinteraksi, dan berprestasi. Di tengah hiruk pikuk kota, Makassar menemukan ritme baru yang lahir dari kaki yang berlari, roda yang berputar, dan layar digital yang menyala.